Pengaruh
Sampah Plastik Terhadap Ekosistem Perairan
Beberapa hari lalu penulis melakukan survey menyusuri kedua aliran sungai tersebut dan juga melihat sampah-sampah yang berada di kawasan Pasar Youtefa Abepura. Setelah di lakukan survey penulis menemukan bahwa masih banyak sampah yang menumpuk di kedua sungai tersebut bahkan sangat menganggu terutama di sekitar Kali Acai tepatnya di jaring-jaring kawat dimana ditemukan banyak sampah yang menumpuk, kebanyakan sampah – sampah tersebut berupa kantong plastik dan botol-botol air mineral.
Sangat disayangkan sampah-sampah ini tidak diangkut dan dibiarkan begitu saja apabila datang banjir bisa dipastikan sampah-sampah ini akan terbawa sampai ke perairan Teluk Youtefa. Bukan itu saja saluran air (drainase) dari dalam Pasar Youtefa yang terhubung ke kali Acai juga tersumbat sampah plastik dan botol-botol air mineral apabila hujan turun tentu air akan meluap ke badan jalan.
Sampah-sampah yang terbawa sampai ke perairan bisa menganggu tatanan ekosistem di perairan Teluk Youtefa terutama berpengaruh pada siklus rantai makanan di laut, plankton dan zooplankton seperti ubur-ubur tidak dapat berkembang biak dengan baik sehingga akan berpengaruh terhadap suplai makanan bagi ikan-ikan yang berada di perairan.
Banyak nelayan yang melaut disekitar perairan Teluk Youtefa mengeluhkan hasil tangkapan mereka yang mulai menurun beberapa tahun terakhir, bisa dilihat mereka harus melaut agak jauh bahkan sampai ke perairan Sarmi dan bahkan sampai memasuki perairan negara tetangga Papua New Guinea (PNG), ikan-ikan kelas terbaik pun sudah sangat jarang didapat disini.
Tidak hanya itu saja, sampah plastik yang terbawa sampai perairan bisa menganggu pertumbuhan mangrove, karena akar napasnya dililit sampah-sampah plastik, di sekitar muara kedua sungai ini ditemukan sejumlah pohon mangrove yang baru ditanam, tentunya apabila sampah plastik terus memasuki perairan bisa dipastikan dapat mempengaruhi pertumbuhan mangrove-mangrove ini.
Sampah yang berada di sungai juga bisa mematikan ikan-ikan maupun binatang amphibi yang ada di sungai, contohnya seperti begini dulu ketika penulis kecil ikan di kali Kotaraja (Siborogoni) banyak dan mudah ditemukan seperti, mujair, gastor, sepat, lele, gurami, belut dll, namun saat ini kalau kita mancing di kali ini susah dapat ikan. Sampah dan faktor-faktor lainnya membuat populasi ikan dan amphibi seperti soa-soa di kali mulai berkurang.
Pemerintah dan stakeholder terkait perlu melakukan penelitian mengenai kandungan bahan-bahan berbahaya dan logam berat seperti timbal (Pb), arsen, merkuri di perairan Teluk Youtefa guna meminimalisir dampak negatif yang akan terjadi di kemudian hari terhadap kesehatan warga yang bermukim di Kampung Enggros dan Tobati maupun perairan Jayapura pada umumnya.
Jadi seperti itulah cerita kita kali ini, sampai jumpa pada cerita-cerita seru lainnya.
http://lorenskambuaya.blogspot.com/2011/12/pengaruh-sampah-plastik-terhadap.html
Pestisida Terbukti Merusak Ekosistem Air
Penelitian terbaru di Eropa dan Australia berhasil membuktikan dampak penggunaan pestisida terhadap rusaknya keanekaragaman hayati dalam sungai dan aliran air. Penggunaan pestisida mengurangi jumlah invertebrata di dua wilayah ini hingga 42%. Invertebrata adalah hewan yang tidak bertulang belakang seperti amoeba, cacing, lalat, capung, kupu-kupu dsb. Hasil penelitian ini telah diterbitkan dalam jurnal Proceedings of the US Academy of Sciences (PNAS), Senin (17/6).
Mikhail A. Beketov dan Matthias Liess dari Helmholtz Centre for Environmental Research (UFZ) di Leipzig, bersama dengan Ben Kefford dari University of Technology, Sydney dan Ralf B. Schäfer dari Institute for Environmental Sciences Landau, menganalisis dampak pestisida seperti insektisida dan fungisida, terhadap keanekaragaman hayati invertebrata dalam air yang mengalir. Penelitian pertama yang meneliti dampak pestisida pada keanekaragamann hayati regional ini menggunakan data dari Jerman, Perancis dan Victoria di Australia.
Pestisida adalah bahan pencemar yang paling banyak diteliti dan diatur penggunaannya. Namun hingga kini belum diketahui dampak konsentrasi pestisida dan caranya merusak ekosistem air. Tim peneliti berupaya menjawab pertanyaan ini dengan membandingkan jumlah spesies di wilayah yang berbeda yaitu di Hildesheimer Boerde dekat Braunschweig, Jerman, di wilayah Victoria bagian selatan di Australia dan wilayah Brittany di Perancis.
Hasilnya, berdasarkan analisis data di Eropa dan Australia, tim peneliti menemukan kerusakan keanekaragaman hayati regional yang cukup signifikan, terutama berkurangnya jumlah serangga dalam air dan invertebrata air tawar yang lain. Perbedaan keanekaragaman hayati antara wilayah yang tercemar berat pestisida dan wilayah yang tidak tercemar mencapai 42% di Eropa dan 27% di Australia.
Tim peneliti juga menemukan, berkurangnya keanekaragaman hayati juga dipicu oleh hilangnya sejumlah spesies akibat penggunaan pestisida. Spesies-spesies ini termasuk berbagai jenis serangga dan capung, yang menjadi sumber makanan penting bagi hewan-hewan lain dalam rantai makanan, termasuk bagi ikan dan burung.
Keanekaragaman biologi dalam air hanya bisa dijaga oleh hewan-hewan ini, yang menjadi indikator kualitas air di wilayah-wilayah tersebut. Temuan lain yang mengkhawatirkan adalah, dampak pestisida terhadap hewan-hewan kecil ini sudah masuk dalam level yang sangat parah (catastrophic) sesuai dengan peraturan terbaru yang digariskan di Uni Eropa.
Tim peneliti menyimpulkan, diperlukan aksi baru guna mencegah kerusakan keanekaragaman hayati dalam air. Aksi tersebut diantaranya dengan menetapkan konsentrasi maksimal pestisida yang bisa digunakan untuk pertanian serta menciptakan pendekatan baru yang mengaitkan antara ilmu ekologi dan ekotoksikologi, ilmu yang memelajari dampak bahan kimia beracun pada ekosistem biologi.
Posting Komentar